Selasa, 01 Oktober 2013

Makalah Agama Kristen (Bab II a)

PENYAKIT KUSTA DITINJAU DARI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT, ALKITAB
DAN ETIKA KRISTEN


OLEH :
STEVY ERDIATRI NATALIA PURBA
G1B010013
BAB II
Penyakit Kusta ditinjau dari Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Sains

2.1           Pendahuluan
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya.
Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sifatnya kronis dan dapat menimbulkan masalah yang kompleks. Penyebab penyakit kusta ialah suatu kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta multi basilet (MB) atau kusta basah.
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia bagian Timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal dirumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta.
Prevalensi kusta di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000 penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997.Penurunan prevalensi penyakit kusta ini karena kemajuan di bidang teknologi promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta.
(Drh. Hiswani Mkes, 2001)
Dengan dapat diatasinya penyakit kusta ini seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Namun, sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu di perhatikan oleh pihak yang terkait. Mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal ; pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita kusta.
Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam pembangunan bangsa dan negara.

2.2           Gambaran Umum Penyakit Kusta
2.2.1        Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (dr. Zulkifli, M.Si,2003).

2.2.2        Sejarah
Pendapat kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah
sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta bukan
penyakit keturunan atau kutukan Tuhan.

2.2.3        Penyebaran Penyakit Kusta
Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang.

2.2.4        Penyebab Penyakit Kusta
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dinamakan sebagai microbakterium, dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alcohol, karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organism patogen (misalnya Microbacterium tubercolose, mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.

2.2.5        Epidemiologi Penyakit Kusta
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta terjadi karena :
a.       Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
b.      Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Secara Klinis, ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yang penting. Karena banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-penyakit terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita.
Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
-      Usia                       : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
-      Jenis kelamin         : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
-      Ras                        : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
-      Kesadaran sosial   :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah Negara dengan  tingkat sosial ekonomi rendah.
-      Lingkungan           : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat.

2.2.6        Tanda-tanda Penyakit Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari  penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda secara umum, agar dikenal oleh masyarakat awam, yaitu:
1.      Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
2.      Pada bercak putih ini awalnya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
3.      Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
4.      Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
5.      Alis rambut rontok
6.      Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)

Gejala-gejala umum pada lepra (kusta) yaitu dengan reaksi :
1.      Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil
2.      Anoreksia.
3.      Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
4.      Cephalgia.
5.      Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
6.      Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
7.      Neuritis.

2.2.7        Diagnosa Penyakit Kusta
Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya). Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
1.      Klinis
2.      Bakteriologis
3.      Immunologis
4.      Hispatologis
Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan ananese dan pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan bakteriologis.
Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada lepra.

2.2.8        Bentuk-bentuk Penyakit Kusta
Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni :
a.       Bentuk leproma (Multi Basiler-MB), mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Untuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman.
b.      Bentuk tuber koloid (Pausi Basiler-PB), mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman.
Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat tidak stabil dan mudah berubah-ubah.

2.2.9        Pengobatan Penyakit Kusta
Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan mono terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi.
Hal ini disebabkan oleh karena :

1.      Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra reaksi
2.      Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita makan obat tidak teratur

Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A (untuk menyehatkan kulit yarlg bersisik). Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka ia akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :
1.      Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara teliti.
-      Semua bercak masih nampak.
-      Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.
-      Semua syaraf yang masih tebal.
-      Semua cacat yang masih ada.
2.      Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita langsung dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).
3.      Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.

Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
1.      Pengobatan telah selesai.
2.      Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar janga sampai luka.
3.      Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan ulang.
                         
2.2.10    Pencegahan Penularan Penyakit Kusta
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.
Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :

a.       Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
b.      Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta
c.       Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain
d.      Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara teratur
e.       Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik
 


1.2    Masalah-masalah yang ditimbul akibat Penyakit Kusta

Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita antara lain sebagai berikut :

a.       Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.

b.      Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau keluarganya menderita penyakit kusta.

c.       Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk keluarganya.

d.      Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh terhadap penyakitnya.



Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain:

1.    Masalah terhadap diri penderita kusta

Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).



2.    Masalah Terhadap Keluarga.

Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut ketularan.



3.    Masalah Terhadap Masyarakat

Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-terigah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya diasingkan.



1.3    Penanggulangan Penyakit Kusta

Penanggulangan penyakit kusta telah banyak diderigar dimana-mana dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri,produktif dan percaya diri.

Metode penanggulangan ini terdiri dari :

a.       Metode pemberantasan dan pengobatan.

b.      Metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi social, rehabilitasi karya.

c.       Metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri.

Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar