TELAAH JURNAL
Burnout Pada
Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis
Kelamin (Employees’ Burnout in Relation to Perception toward Psychological Work
Environment and Sex)
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Higiene Industri
Stevy
E.N Purba - G1B010013
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2012
Telaah
Jurnal
I.
Identitas Jurnal
a. Nama
Jurnal : Jurnal PSYCHE
b. Pengarang
: Imelda Novelina Sihotang
c. Judul
Jurnal : Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja
Psikologis Dan Jenis Kelamin (Employees’ Burnout in Relation to Perception
toward Psychological Work Environment and Sex)
d. ISSN
: -
e. Volume
: Vol. 1 No. 1, Juli 2004
f. Halaman
: 9 - 17
II.
Latar Belakang
a. Tujuan
1. Untuk mengetahui
apakah ada hubungan negatif antara persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja
psikologis dengan burnout dan perbedaan tingkat burnout berdasarkan jenis
kelamin.
2. Untuk mengetahui
apakah karyawan wanita mengalami burnout lebih besar dibandingkan karyawan
pria.
b. Manfaat
Dalam
jurnal tidak disebutkan manfaat dari penelitian ini.
c. Tinjauan
Pustaka
-
Burnout pada Karyawan
Burnout merupakan
kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terjadi karena stres yang diderita
dalam jangka waktu yang lama, di dalam situasi yang menuntut keterlibatan
emosional yang tinggi. Menurut Kreitner dan Kinicki (1992) burnout
adalah akibat dari stres yang berkepanjangan dan terjadi ketika
seseorang mulai mempertanyakan nilai-nilai.
Dari pengertian
tentang burnout oleh beberapa ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa burnout adalah keadaan stres yang dialami individu
dalam jangka waktu yang lama dan dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai
dengan kelelahan fisik, mental, dan emosional, serta rendahnya pengahargaan
terhadap diri sendiri yang mengakibatkan individu merasa terpisah dari lingkungannya
pribadinya.
Burnout
mempunyai lima dimensi utama, yaitu:
1.
Kelelahan fisik à ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, susah
tidur, kurangnya nafsu makan, dan individu merasakan adanya anggota badan yang
sakit.
2.
Kelelahan
emosional à
ditandai dengan depresi, merasa terperangkap di dalam pekerjaannya, mudah
marah, dan cepat tersinggung
3.
Kelelahan mental
à
ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang lain, bersikap negatif, cenderung
merugikan diri sendiri, pekerjaan, maupun organisasi
4.
Rendahnya
penghargaan terhadap diri à ditandai dengan individu tidak pernah merasa puas
dengan hasil kerja sendiri, dan merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
5.
Depersonalisasi à ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan
sosial, apatis, dan tidak peduli dengan lingkungan dan orang-orang di
sekitarnya. Kelima dimensi inilah yang diperlakukan sebagai aspek-aspek untuk
menyusun angket dalam mengungkap burnout.
Ada dua faktor yang dipandang mempengaruhi munculnya
burnout, yaitu:
1.
Faktor eksternal
à
meliputi lingkungan kerja psikologis yang kurang baik, kurangnya kesempatan
untuk promosi, imbalan yang diberikan tidak mencukupi, kurangnya dukungan
sosial dari atasan, tuntutan pekerjaan, pekerjaan yang monoton.
2.
Faktor internal à meliputi usia, jenis kelamin, harga diri, dan karakteristik
kepribadian.
-
Persepsi
Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis
Gibson &
Ivancevich (1990) menyatakan bahwa persepsi terhadap lingkungan kerja merupakan
serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang-orang yang
bekerja dalam lingkungan organisasi dan mempunyai peranan yang besar dalam
mempengaruhi tingkah laku karyawan.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap lingkungan kerja
psikologis adalah pandangan atau penilaian karyawan terhadap kondisi psikologis
yang ada dalam suatu lingkungan organisasi atau perusahaan, dan semua hal yang
dipersepsikan karyawan tersebut akan mempengaruhi tingkah laku karyawan.
Ada lima aspek
persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, yang mempengaruhi perilaku
karyawan, yaitu :
1.
Struktur kerja à yakni sejauhmana pekerja merasakan bahwa pekerjaan
yang diberikan kepadanya memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik.
2.
Tanggung jawab kerja
à
yakni sejauhmana pekerja merasakan bahwa pekerja mengerti tanggung jawab mereka
serta bertanggung jawab atas tindakan mereka.
3.
Perhatian dan
dukungan pimpinan à yakni sejauhmana karyawan merasakan bahwa pimpinan
sering memberikan pengarahan, keyakinan, perhatian serta menghargai mereka.
4.
Kerjasama
kelompok kerja à yakni sejauhmana karyawan merasakan ada kerjasama
yang baik di antara kelompok kerja yang ada.
5.
Kelancaran
komunikasi à
yakni sejauhmana karyawan merasakan adanya
komunikasi yang baik, terbuka dan
lancar, baik antara teman sekerja ataupun dengan pimpinan.
-
Jenis Kelamin
Pengetahuan
bahwa “saya seorang pria” atau “saya seorang wanita” merupakan salah satu
bagian inti dari identitas pribadi, dan di dalam benak kita sudah tertanam
siapa itu pria dan siapa itu wanita.
Demikian pula tentang pemikiran apa kekhasan perilaku seorang pria dan seorang
wanita. Pria dan wanita tidak hanya berbeda secara fisik saja, tetapi berbeda
pula dari segi psikologis dan sosiologisnya.
III.
Metode Penelitian
a. Populasi
dan Sampel
Populasi
penelitian ini dilakukan di PT. PERTAMINA UP III Plaju, Palembang. Subjek
penelitian ini terdiri dari 80 orang, yang terdiri dari 40 orang pria dan 40
orang wanita, yang diambil dari populasi dengan menggunakan teknik simple
random sampling.
b. Analisis
Variabel-variabel yang terdapat
dalam penelitian ini meliputi
variabelbebasnya
adalah persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dan jeniskelamin, kemudian
variabel tergantungnya adalah burnout.
Alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Data tentang
persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dikumpulkan dengan Angket
Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis, yang memuat lima aspek, yaitu : struktur kerja,
tanggung jawab kerja, perhatian dan dukungan pimpinan, kerjasama kelompok, dan
kelancaran komunikasi. Data tentang
burnout dikumpulkan dengan Angket Burnout, yang menggunakan dimensi
kelelahan fisik, dimensi kelelahan emosional, dimensi kelelahan mental, dimensi rendahnya penghargaan
terhadap diri, dan dimensi depersonalisasi.
.
IV.
Hasil dan Pembahasan
a. Hasil
Melalui teknik
Korelasi Product Moment untuk hipotesis pertama, diperoleh nilai rxy= -0,2518
dengan p = 0,012 (p < 0,05). Dengan demikian hipotesis pertama yang berbunyi
ada hubungan negatif antara persepsi
karyawan terhadap lingkungan kerja psikologisnya dengan burnout, dapat diterima.
Selanjutnya,
dengan teknik uji-t diperoleh nilai t = 2,82 dengan p = 0,003 (p < 0,01).
Oleh karena itu, hipotesis kedua yang berbunyi ada perbedaan tingkat burnout
berdasarkan jenis kelamin, karyawan wanita mengalami burnout lebih tinggi
dibandingkan karyawan pria, dapat diterima.
b. Pembahasan
Berdasarkan pengujian terhadap
kedua hipotesis penelitian diperoleh hasil bahwa kedua hipotesis yang diajukan dapat
diterima. Hipotesis pertama menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara
persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja psikologisnya dengan burnout. Hal
ini berarti bahwa semakin baik persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja
psikologisnya maka akan semakin rendah gejala burnout yang
diperlihatkan oleh karyawan. Dengan demikian, kondisi lingkungan kerja
psikologis yang kurang baik seperti komunikasi yang tidak baik antara karyawan
dengan rekan sekerja atau pun dengan pimpinan, akan mendukung dan mempertahankan
timbulnya kelelahan psikis dalam kerja, sehingga ada kemungkinan karyawan akan
mudah jengkel, cemas, dan tidak berkonsentrasi pada saat melaksanakan tugas
(Nitisemito, 1980).
Selanjutnya,
Rosyid (1996) mengatakan bahwa burnout muncul akibat kondisi internal seseorang
yang ditunjang oleh faktor-faktor lingkungan berupa tekanan yang
berlarut-larut. Karyawan merasakan
burnout karena kondisi lingkungan kerja yang menyiratkan bahwa apa yang
telah karyawan kerjakan itu sia-sia, tidak berguna, dan tidak dihargai serta
adanya prosedur atau aturan-aturan yang kaku, tidak fleksibel sehingga karyawan
merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil. Keadaan seperti ini dapat diketahui melalui persepsi karyawan
terhadap lingkungan kerja psikologisnya.
Karyawan yang
mempunyai penilaian positif terhadap lingkungan kerja psikologisnya berarti
karyawan tersebut merasa bahwa lingkungan kerja psikologisnya baik, sehingga
dapat memandang kerja sebagai usaha untuk memperoleh kemajuan dan kerja keras
dipandang sebagai sesuatu yang baik dan karyawan akan memiliki semangat kerja yang
tinggi dan akan menghambat lajunya tingkat burnout pada karyawan.
Kemudian,
hipotesis ke dua menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat burnout berdasarkan
jenis kelamin, karyawan wanita mengalami burnout lebih tinggi dari pada
karyawan pria. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa
dinamika terjadinya burnout tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor individual atau faktor dari dalam, seperti usia, jenis kelamin,
suku, kemampuan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, minat, dan
kepribadian (Rosyid, 1996).
Schultz &
Schultz (1994) mengungkapkan bahwa wanita memperlihatkan frekuensi lebih besar
untuk mengalami burnout daripada pria, disebabkan karena seringnya wanita
mengalami kelelahan emosional. Disamping itu Davidson & Klevens juga
mengatakan bahwa wanita lebih menunjukkan tingkat burnout yang tinggi secara signifikan dengan memperhatikan
konflik antara karir dan keluarga dibandingkan dengan pria (dikutip Schultz
& Schultz, 1994).
Data yang
terkumpul diperoleh juga bahwa untuk
burnout diperoleh mean empirik sebesar 100,15 mean hipotetik sebesar
112,5 dan SD = 24, 89; hal ini menunjukkan bahwa burnout pada karyawan Bagian SDM PT.
PERTAMINA UP III Plaju berada pada taraf sedang, sedangkan persepsi karyawan
terhadap lingkungan kerja psikologisnya diperoleh mean empirik sebesar 129,04,
mean hipotetik sebesar 100 dan SD = 11,09. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi
karyawan Bagian SDM PT. PERTAMINA UP III Plaju tergolong dalam taraf sangat
baik.
Sumbangan
efektif persepsi terhadap burnout adalah sebesar 6,34%, sedangkan sisanya yang
berkisar 93,66% adalah sumbangan dari faktor-faktor lain yang tidak menjadi
sasaran penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain di
luar persepsi yang juga mempunyai hubungan dengan burnout, yaitu faktor
eksternal meliputi kurangnya kesempatan untuk promosi, imbalan yang diberikan
tidak memenuhi, kurangnya dukungan sosial dari atasan, tuntutan pekerjaan,
pekerjaan yang monoton dan faktor internal meliputi usia, harga diri, dan
karakteristik kepribadian.
V.
Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
1. Ada hubungan yang
negatif antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout dan
ada perbedaan tingkat burnout berdasarkan jenis kelamin, karyawan wanita
mengalami burnout lebih tinggi
dibandingkan pria. Sumbangan efektif persepsi terhadap burnout sebesar 6,34 %, hal ini menunjukkan
bahwa ada faktor-faktor lain di luar
persepsi yang juga mempunyai hubungan dengan burnout.
2. Hasil
tambahan dari penelitian ini juga diperoleh bahwa burnout pada karyawan Bagian
SDM PT. PERTAMINA UP III Plaju berada pada tingkat sedang dan persepsi karyawan
terhadap lingkungan kerja psikologisnya berada pada tingkat sangat baik.
b. Saran
1. Bagi
pihak perusahaan.
Diharapkan agar tetap
dapat mempertahankan persepsi karyawan yang positif terhadap
lingkungan kerja psikologisnya dengan cara lebih memperhatikan struktur kerja
karyawan, tanggung jawab kerja karyawan, kerjasama kelompok, kelancaran
komunikasi antar karyawan dan terhadap pimpinan, juga pimpinan lebih memberikan
perhatian dan dukungan kepada karyawan, sehingga dapat memperkecil timbulnya
burnout pada karyawan.
2.
Bagi peneliti
selanjutnya
Untuk
peneliti yang tertarik mengetahui lebih jauh mengenai burnout, agar
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya burnout,
yaitu faktor eksternal meliputi kurangnya kesempatan untuk promosi, imbalan
yang diterima tidak memenuhi, kurangnya dukungan sosial dari atasan, tuntutan
pekerjaan, pekerjaan yang monoton, dan faktor internal meliputi usia, harga
diri, dan karakteristik kepribadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar