TUGAS TERSTUKTUR
MATA KULIAH TUMBUH KEMBANG ANAK
“ GANGGUAN MAKAN (
ANOREKSIA NERVOSA) ”
Disusun oleh :
Stevy
E.N Purba
Rizki Kurniasari
Nurkhamdiyah T.U.
Amaliyah
Fidyah Nurul F
Dian Desi
Habiba
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sebuah
penelitian kohort berbasis rumah
sakit dengan waktu follow up
10 tahun menemukan bahwa angka kematian akibat anoreksia
mencapai 6,6%. Seluruh kejadian kematian tersebut merupakan akibat
dari komplikasi anoreksia
nervosa. Jika waktu follow
up diperpanjang menjadi 20
tahun maka didapatkan
angka kematian menjadi
16%. Sedangkan jika
diperpanjang menjadi 33
tahun, mencapai 18%
(Herzog dan Bradburn dalam
Cooper dan Stein,
1992).
Seorang
penderita anoreksia memiliki risiko
12 kali lebih
besar untuk meninggal dibandingkan
dengan teman sebayanya yang tidak
menderita anoreksia (NN A, 2008). Kematian akibat anoreksia merupakan dampak
akhir dari adanya
komplikasi yang dialami
oleh penderita anoreksia. Dalam
sebuah editorial disebutkan
bahwa seorang penderita
anoreksia dapat mengalami konstipasi,
hiperkolestrolaemia,
osteopenia, hipotensi dan hipotermia (Ung,
2008).
Survei terbaru menemukan bahwa prevalensi anoreksia nervosa di Amerika
Serikat 0,9% pada wanita dan 0,3% di kalangan pria. Dampak pada sebagian
besar anoreksia nervosa adalah
penyakit yang berlarut-larut,
sekitar 50% -70% dari individu yang terkena akhirnya akan memiliki
resolusi penyakit yang relatif lengkap. 5% -10% dari mereka akhirnya
meninggal akibat komplikasi penyakit atau karena
bunuh diri.
Banyak
studi telah dilakukan
untuk mengetahui seberapa
besar kejadian penyimpangan
perilaku makan di populasi terkait dengan dampak serius yang dapat
ditimbulkannya. Studi di
Monroe County, New
York memperlihatkan insiden anoreksia sebesar 0,35 kasus per 100.000 populasi antara
tahun 1960-1969 dan
mengalami kenaikan menjadi
0,64 kasus per
100.000 pada tahun
1970-1976 (Romano dalam Goldstein,
2005). McDuffie dan
Kirkley dalam Krummel
dan Etherton (1996) memperkirakan
di tahun 1990-an, prevalensi anoreksia
di Amerika Serikat sebesar 0,7-1%
pada wanita muda.
Studi pada tahun
2000-an mengestimasi bahwa 0,5-3,7%
wanita menderita anoreksia
(Department of Health
and Human Services, 2006). Tidak
jauh berbeda dengan
perkiraan sebelumnya, diperkirakan insiden anoreksia
pada tahun 2005
sebesar 7 kasus
per 100.000 populasi
dan diperkirakan 4.000 kasus baru muncul di Inggris. Sedangkan
prevalensinya berkisar antara 0,1-1% (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al.,
2005).
Belum
banyak penelitian atau
publikasi ilmiah yang
melaporkan tentang kasus
penyimpangan perilaku makan di Indonesia khususnya Jakarta. Jika dilihat dari
penemuan tersebut, maka bukan tidak mungkin kasus penyimpangan perilaku makan
sudah terjadi di Indonesia, khususnya Jakarta. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Tantiani (2007) membuktikan
bahwa 34,8% remaja
di Jakarta mengalami penyimpangan perilaku makan dengan
spesifikasi 11,6% remaja menderita anoreksia nervosa dan 27% menderita bulimia
nervosa. Berdasarkan temuan tersebut,
terlihat bahwa telah terjadi
kasus penyimpangan perilaku
makan pada remaja
di Jakarta. Oleh karena masih
minimnya penelitian terkait kasus tersebut, peneliti tertarik untuk
meneliti lebih lanjut
kasus penyimpangan perilaku
makan pada remaja
SMA di Jakarta. Pada penelitian
ini kasus yang diambil berupa kecenderungan penyimpangan perilaku makan. Hal
ini peneliti lakukan
agar memperbesar kemungkinan mendapatkan kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Definisi
Anoreksia atau
dikenal dengan nama ilmiah “Anorexia nervosa” berasal dari bahasa Yunani yang artinya kurangnya nafsu makan dan bahasa latin yang artinya saraf asal. Secara umum anoreksia adalah suatu
jenis penyakit mental pada seseorang dalam perilaku mengonsumsi makanan. Memang
ada perbedaan signifikan mengenai ciri khas kedua penyakit ini. Secara kasat
mata, penderita anoreksia badannya terlihat kurus kering seperti tengkorak hidup.
Hidup dengan
gangguan pola makan bukanlah hal yang menyenangkan, karena pada prinsipnya
anoreksia merupakan sebuah penyakit yang sama seperti yang lainnya. Apalagi
mengingat tradisi bahwa makan sebenarnya juga merupakan kegiatan sosial yang
menyenangkan. Namun jika perasaan maupun sikap seseorang tentang makanan
diikuti dengan tekanan maka akan timbul stress. Stress yang bertumpuk-tumpuk
akan berkembang menjadi kekacauan dalam mengkonsumsi makanan. Selain itu, ada
juga orang yang awalnya melakukan diet secara sadar namun belakangan semakin
ketat dan akhirnya tidak terkendalikan sehingga menjadi anoreksia.
2.
Penyebab Internal dan Penyebab Eksternal
Faktor
biologis merupakan penyebab utama anoreksia nervosa. Ketika tubuh kekurangan
gizi dan menjadi kurus, individu dengan anoreksia nervosa akan mengalami
perubahan luas dan keparahan otak dan fungsi organ perifer. Perubahan tersebut
menjadi akibat dari kekurangan gizi dan penurunan berat badan. Untuk memahami
etiologi dan perjalanan penyakit anoreksia nervosa, hal ini berguna untuk
membagi perubahan neurobiologis menjadi dua kategori:
a. Tampaknya ada premorbid, genetik ditentukan
sifat perubahan yang berkontribusi terhadap kerentanan perkembangan AN.
b. Kedua, menghasilkan kekurusan yang parah dan
kematian tertinggi. Kelaparan dan kekurusan memiliki efek mendalam pada fungsi
otak dan sistem organ lain. Hal ini menyebabkan gangguan neurokimia yang dapat
membesarkan sifat premorbid sehingga mempercepat perjalanan penyakit. Sebagai
contoh, struktur otak adalah abnormal dalam keadaan sakit. Ventrikel menjadi
besar dan sulci melebar.
Kedua
perubahan materi abu-abu dan putih disertai dengan hilangnya massa tubuh.
Studi menunjukkan normalisasi setelah
sembuh Selain itu, ada regresi untuk fungsi gonad prepubertal (fakta bahwa
gangguan tersebut cenderung untuk menormalkan setelah restorasi berat badan
menunjukkan bahwa perubahan ini adalah konsekuensi dan bukan penyebab anoreksia
nervosa).
Kelaparan dan kekurusan memiliki efek mendalam pada fungsi otak
dan organ lain sistem. Hal tersebut menyebabkan gangguan neurokimia yang dapat membesar-besarkan sifat premorbid atau dapat menambahkan
gejala yang menjaga atau mempercepat proses penyakit.
Sebagai contoh, struktur otak adalah abnormal dalam
keadaan sakit. Ventrikel membesar dan sulci yang
melebar. Kedua perubahan materi abu-abu dan putih
terjadi dengan hilangnya massa tubuh. Meskipun
beberapa studi menunjukkan ketekunan perubahan,
studi yang lebih baru lainnya menunjukkan
normalisasi setelah sembuh. Selain itu, ada regresi fungsi gonad prepubertal.
Secara khusus, gangguan pada sistem serotonin dapat menyebabkan
kerentanan untuk makan terbatas, inhibisi perilaku,
dan kecemasan. Beberapa faktor dapat bertindak atas kerentanan ini menyebabkan timbulnya anoreksia nervosa pada remaja. Pertama, pubertas yang
berhubungan gonad steroid peremruan atau yang
berkaitan dengan perubahan usia mungkin memperburuk
sistem disregulasi serotonin dan dopamin. Kedua,
stres dan atau budaya dan tekanan sosial mungkin
memberikan kontribusi dengan meningkatkan cemas dan
obsesif temperamen.
3.
Pencegahan dari Aspek
Kesehatan Masyarakat
Pencegahan
anoreksia nervosa, antara lain :
a.
Makan
secara normal
b.
Diet yang seimbang sejak usia muda
c.
Mengadakan diskusi
keluarga tentang anoreksia nervosa sebelum anak–anak menjadi remaja.
d.
Diet dengan bantuan seorang
ahli gizi, atau dilakukan sendiri sesudah membaca tentang cara .yang baik untuk
melakukan hal tersebut.
Dari
faktor-faktor pencegahan diatas, pencegahan utama dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Salah satunya pada setiap melakukan kunjungan ke dokter harus
dimanfaatkan secara efektif sebagai kesempatan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan dan juga konseling pasien serta orang tua tentang gangguan makan
dalam kelompok usia yang tepat. Upaya-upaya pencegahan utama ini tidak hanya
ditujukan pada remaja, tetapi juga anak-anak muda sebagai kelompok usia dalam
periode transisi remaja yang mencakup pubertas dan peran sosial yang baru serta
perkembangan kognitif pertumbuhan yang signifikan.
Komunikasi
yang efektif juga penting dalam pencegahan utama. Selain itu, pelaksanaan
program pencegahan utama berbasis luas di sekolah-sekolah akan efektif. Sekolah
adalah situs yang ideal untuk program pencegahan utama karena menyediakan
lingkungan pembelajaran dan interaksi yang positif. Selain itu, lingkungan
sekolah dapat bertindak sebagai tempat untuk identifikasi awal remaja berisiko
tinggi atau keluarga, dan arahan remaja dan keluarga mereka untuk perawatan dan
dukungan yang berkelanjutan. Beberapa sekolah juga dapat menawarkan awal
konseling untuk pemuda dan keluarga mereka bekerja sama dengan dokter. Selain
itu, masalah ini dapat juga dibahas lebih lanjut dalam pengaturan klinis.
4.
Upaya Penanganan dari
Aspek Kesehatan Masyarakat
Penanganan anoreksia nervosa terbagi ke dalam dua bagian, karena gangguan ini
melibatkan faktor fisik dan psikologis (Dusek, 1996). Aspek pertama bertujuan
untuk mengatasi stres terhadap kondisi fisik pada individu dengan harapan hal
ini dapat memperbesar tingkat keselamatannya. Program modifikasi perilaku ditujukan
untuk meningkatkan pemasukan makanan telah terbukti manfaatnya (Halmi, Sitat
dalam Dusek, 1996). Aspek kedua berfokus pada faktor psikologis yang mendasari
munculnya anoreksia nervosa. Bagian
ini mencakup mengembangkan kepribadian yang memiliki kontrol, konsep diri yang
kuat, relasi yang sesuai dengan anggota
keluarga yang dapat dilibatkan dalam penanganan dan perasaan mampu bertanggung
jawab atas hidupnya.
Terdapat beberapa bentuk penanganan (treatment)
bagi penderita anoreksia nervosa
antara lain dengan medikasi (pemberian obat), penanganan psikologis dan
gabungan antara medikasi dan penanganan psikologis (Sokol & Gray,
1998;Davison et al., 2004). Jenis obat
yang sering digunakan untuk menangani anoreksia
nervosa antara lain jenis
antidepresan seperti fluoxetine (prozac)
dengan dosis antara 20 hingga 60 mg. Pengobatan menunjukkan hasil peningkatan
yang signifikan untuk membantu pasien meningkatkan berat badannya dan
menurunkan gangguan simtom utama. Dalam melakukan perbaikan nutrisi harus
dipastikan adanya penyediaan yang seimbang dalam kadar protein, karbohidrat,
lemak, kalsium dan vitamin D (Davison et al., 2004).
Penanganan psikologis dapat berupa terapi kognitif perilaku, terapi
interpersonal dan terapi keluarga. Terapi kognitif perilaku bertujuan untuk
merestrukturisasi citra tubuh negatif yang dimiliki penderita dan memperbaiki
pola makan. Terapi interpersonal ditekankan pada penderita yang mengalami anoreksia nervosa disebabkan karena
konflik interpersonal yang terjadi, misalnya dengan teman atau anggota
keluarga. Terapi keluarga digunakan untuk membantu penderita bila pola relasi
dalam keluarga yang mendasari munculnya gangguan anoreksia nervosa.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Efficacy of a Polyherbal Appetite Stimulant in the Treatment of Anorexia in Children
Studi pengawasan yang dilakukan pada anak-anak
dengan usia 1-15 tahun, yang dievaluasi pada dasar dari gejala kehilangan nafsu
makan, mual/muntah, icterus, lekas marah dan hepomegali. Polyherbal perangsang
nafsu makan, livfit baru ini diminum 1 sendok teh dua kali sehari untuk anak-anak 3 tahun 10-20 tetes tiga kali
sehari, masing-masing sebelum makan selama 3 minggu. Keparahan dari anorexsia
tercatat pada dasar dan pada minggu ke-4 dan minggu ke- 6 setelah inisiasi terapi. Ia mengamati bahwa
hanya 0,8% anak memiliki nafsu makan normal pada dasar yang meningkat menjadi
67,4% dan 78,9% pada 4 dan 6 minggu setelah inisiasi dari perawatan. Ada
perbaikan secara signifikan secara statistik nilai nafsu makan pada anak-anak dengan anoreksia
di minggu ke-4 dan
minggu ke-6
setelah inisiasi pengobatan dibandingkan dengan dasar. Hasilnya menunjukkan
bahwa livfit baru adalah pengobatan yang manjur dan aman untuk anoreksia pada
anak-anak.
Stimulant nafsu makan, meskipun efektif dalam mengobati kekurangan gizi, hanya boleh
diberikan jika nafsu makan menurun dan asupan makanan sekunder tidak menambah nafsu makan penyebab utama kekurangan gizi dan semua faktor yang telah dinilai. Farmakologi stimulan nafsu
makan diintervensi tampak menjanjikan untuk anorexsia. Stimulan penambah nafsu makan telah digunakan untuk membantu mengatasi penurunan
nafsu makan dan gizi buruk pada anak-anak dengan berbagai penyakit kronis.
Stimulan termasuk cyproheptadine hidroklorida (CH), anabolik hormon dan hormon
pertumbuhan. Banyak dari stimulant tersebut memiliki efek samping yang besar dan mungkin
tidak cocok untuk digunakan secara berkepanjangan. Efek samping yang paling umum dilaporkan pada anak-anak yang mengkonsumsi CH adalah mengantuk, sakit kepala, insomnia dan mulut kering.
Baru-baru ini telah alternatif baru dari herbal dan terapi-terapi penunjang lain dalam pengelolaan
berbagai penyakit kronis.
Namun, meskipun peningkatan penggunaan, bukti efektivitas dan keamanan
terapi-terapi penunjang ini terbatas. Komposisi polyherbal dengan sebelas bahan herbal yang memiliki fungsi untuk merangsang nafsu makan. Setiap 5 ml
sirup/tetes baru polyherbal berisi tumbuh-tumbuhan berikut : Andrographis
paniculata (Kalmegh) bekerja pada membran mukosa mulut dan
perut untuk meningkatkan nafsu makan. Aktivitas perangsang nafsu makan Andrographis paniculata dibantu oleh Tephrosea
purpurea (Sarpaunkha) dan Phyllanthus niruri (Bhumiamalaki) yang juga
merangsang nafsu makan. Konstituen pahit prinsip Picrorrhiza kurroa (kutki) merangsang sekresi
lambung. Fungsi perut yang diperbaiki oleh Pilek emodi (Revandchini) untuk pengencangan
sampai perut. Bahan-bahan herbal mengakibatkan efek lpolyherbal ini bermanfaat dalam pengelolaan anoreksia. Untuk mengulangi waktu diuji
dan terbukti manfaat baru poliherbal, pos pengamatan ilmiah pengawasan studi pemasaran dilakukan untuk memvalidasi
parameter keefektifan
dalam stimulan nafsu makan di antara anak-anak yang kehilangan nafsu makan (anoreksia)
Kurangnya memahami perubahan yang terjadi dalam
regulasi fisiologis nafsu makan, yang kemudian dipamerkan sebagai kelaparan dan
kenyang sebelumnya. Dengan demikian, tidak memadai asupan kalori konsekuensinya
nafsu makan dapat menyebabkan kekurangan gizi. Coates et. AL, menunjukkan bahwa
anak-anak mengalami kekurangan gizi sering kurangnya minat dalam kegiatan
bermain, memiliki rasa penurunan kesejahteraan dan kurang mampu mengatasi
penyakit yang berhubungan dengan treatment. Berbagai faktor, fisiologis dan psikologis, menentukan kelaparan,
keinginan untuk makan. Hal itu cukup normal bagi anak-anak hingga enam tahun untuk mengalami
kehilangan nafsu makan, terutama ketika anak tidak merasa baik untuk alasan
apapun. Oleh karena itu, sulit untuk membedakan normal kehilangan nafsu makan
dari yang memerlukan intervensi. Ini adalah hanya ketika ada penurunan berat
badan atau kegagalan untuk bertambah
gemuk yang menyerukan intervensi.
Berbagai faktor seperti fisiologis dan psikologis, menentukan
kelaparan, keinginan untuk makan. Hal tersebut cukup normal bagi anak-anak hingga enam
tahun untuk mengalami kehilangan nafsu makan, terutama ketika anak tidak merasa
baik untuk alasan apapun. Oleh karena itu, sulit untuk membedakan antara kehilangan nafsu makan yang normal dan yang memerlukan intervensi. Kehilangan nafsu makan yang membutuhkan
intervensi adalah
ketika ada penurunan berat badan atau kegagalan untuk bertambah gemuk. Faktor-faktor eksternal seperti iklim, temperatur, sebelum
makan, atau kegiatan juga dapat mempengaruhi appetite. Perilaku makan yang
diatur saling mempengaruhi antara sistem pusat dan sistem
neurotransmiter perifer rangsangan endokrin yang memberikan tanda irama
sirkadian dan lingkungan, semua hal yang
mengubah perilaku dan mengubah aspek
homeostatic nafsu makan dan pengeluaran energi. Faktor utama yang mendorong
perilaku nafsu makan dan kenyang yang diatur melalui mekanisme yang berbeda.
Otak histamin telah lama dianggap sebagai sinyal rasa kenyang.
2.
Anorexia Nervosa: The Physiological Consequences Of Starvation And The Need For Primary Prevention Efforts
Patogenesis
AN tidak dapat dijelaskan
dengan mudah, namun kombinasi dari faktor biologis,
psikologis dan sosial kemungkinan berpengaruh
besar. Penderita anoreksia nervosa ditandai dengan melakukan diet, menghindari/fobia
makanan tertentu yang mengandung lemak, rasa takut meresap kalori, lemak dan
kegemukan, serta keinginan tinggi untuk kehilangan lebih berat
badan. Pasien menderita AN ditandai dengan
berkurangnya kalori, biasanya untuk 400-700 kkal per
hari, yang sering disertai dengan latihan kompulsif. Pasien kemudian
menderita kurang gizi dan olahraga berlebihan, saat ia mulai memiliki banyak
gejala, seperti kelelahan, kelemahan, sinkop, dan amenore, yang secara langsung
berhubungan dengan dia kurang makan dan kebiasaan berolahraga berat.
Masa
remaja adalah masa pertumbuhan dan pengembangan yang utama. Tidak hanya gizi yang menyediakan energi untuk
pertumbuhan ini,
tetapi keseimbangan yang tepat dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
mineral. Menurut salah satu sumber, kebutuhan kalori untuk remaja usia 15-18
adalah 40 kkal / kg, dengan 55-60% berasal dari karbohidrat, dan kurang dari
30% dari lemak. Komplikasi medis akibat semistarvation dan olahraga berlebihan
mempengaruhi hampir semua sistem organ. Tanda-tanda dan gejala umum termasuk kehilangan
jaringan lemak subkutan, hipotensi ortostatik, bradikardia fungsi, gangguan
menstruasi, rambut rontok, dan hipotermia.
Perubahan
perkembangan kognitif juga diketahui terjadi. Pasien mempunyai beberapa kesulitan di
sekolah dan juga dalam berkomunikasi dengan orang tua dan teman-temannya. Dalam
jangka pendek, konsekuensi dari diet
adalah kekurangan kalori dan nutrisi, dan tak kenal lelah
berolahraga, dapat menyebabkan berlebihan
tidur dan mempengaruhi
kognitif dan rangsangan sosial, seperti sekolah, kegiatan sosial dan
teman-teman diabaikan. Lain efek
jangka
panjang, adalah bahwa wanita yang telah memiliki AN juga memiliki lebih tingkat
keguguran lebih tinggi
dan berat bayi lahir lebih rendah dibandingkan
wanita sehat.
Pengelolaan Pasien Dengan
Anorexia Nervosa
Keparahan kondisi pasien dan masalah
yang dihadapi juga harus dijelaskan dengan baik, dan untuk segera mengajukan beragam pengobatan dan
rencana pengelolaan. Sebuah peran advokasi harus ditetapkan, dan perawatan
harus diambil untuk menghabiskan waktu sendirian dengan pasien. Sebuah kepercayaan harus dibentuk dengan kedua
pasien dan keluarga, dan menghindari rasa
bersalah. Para ahli gizi, bersama dengan tim
klinis dapat secara efektif: 1) mendidik pasien dan keluarga tentang kebutuhan
gizi, 2) merencanakan dan mengembangkan
makanan yang seimbang dengan mengajukan berbagai
kisaran target kalori untuk mencapai berat badan dan tujuan, 3) menilai jadwal pola makan, dan 4)
memberikan umpan balik.
Pencegahan Primer Anoreksia
Nervosa
Dokter
yang terlibat dalam upaya pencegahan primer memiliki potensi untuk merangkul beragam kelompok remaja
yang mungkin berada pada risiko gangguan makan. Selain itu, menghentikan
keparahan gangguan
makan, atau mencegah perkembangan
gangguan makan untuk memasukkan morbiditas psikiatrik
lain, seperti gangguan suasana hati, bisa dicapai.
Pencegahan
primer dapat dilakukan di
berbagai tingkat, dari intervensi sosial kepada individu yang terfokus.
Setiap kunjungan ke dokter harus dimanfaatkan
secara efektif sebagai kesempatan untuk
mengidentifikasi konseling awal masalah
pasien dan juga orang tua tentang gangguan makan dalam kelompok umur yang
sesuai. Diskusi
dengan remaja dan orang tua saja bisa memberikan wawasan tentang rumah dan
lingkungan sekolah. Selain itu, interaksi dengan guru sekolah juga bisa
dilakukan. Komunikasi yang efektif juga penting untuk pencegahan.
Upaya
pencegahan primer seharusnya tidak hanya ditujukan untuk remaja, tetapi juga
anak kecil, semua kelompok umur akan
ditargetkan untuk pencegahan primer. Namun, fokus utama dari pencegahan
primer upaya harus diarahkan pada usia 11-14 tahun, karena kelompok usia ini sedang
dalam transisi remaja yang mencakup periode pubertas, pengaruh teman sebaya
yang besar, peran social baru
dan pertumbuhan serta perkembangan
kognitif yang signifikan. Pencegahan primer bahkan harus lebih fokus upaya
menargetkan elompok
berisiko tinggi untuk AN dan gangguan
makan, seperti pesenam, penari, dan lainnya atlet.
Informasi
dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti pamflet dan poster multibahasa,
atau melalui diskusi langsung satu-ke-satu dalam
kunjungan
rutin dengan pasien atau orang tua. Seorang dokter yang berpengetahuan
dapat mengarahkan pasiennya kepada layanan perawatan kesehatan masyarakat dapat menjadi aset bagi
pasien.
Intervensi
nasional mungkin dapat mencakup undang-undang terhadap pengendalian berat badan
palsu dan produk berbahaya, kontrol pada makanan yang disajikan di sekolah dan
peningkatan akses kesehatan untuk
konseling gizi dan psikologis. Akhirnya, akses pengetahuan yang lebih tentang
gangguan makan dan program pengobatan
untuk remaja dan keluarga akan memudahkan dalam identifikasi dan pengobatan
makan pagi teratur,
dan juga mencegah kambuh dan mengancam jiwa konsekuensi pada pasien yang sudah
memiliki AN.
3. Anorexia Nervosa
Etiologi
Etiologi
AN dianggap kompleks dan dipengaruhi oleh perkembangan proses sosial, dan biologi. Penyakit ini memiliki
stereotip klinis, distribusi jenis kelamin, dan usia onset yang mendukung
kerentanan intrinsik biologis. Studi
kasus sistematis menunjukkan bahwa kerabat individu dengan gangguan makan
memiliki 7 sampai 12-kali lipat dalam prevalensi AN. Ini membuktian bahwa gangguan tersebut mungkin secara
genetik ditransmisikan. Studi-studi kembar beberapa AN menyarankan lebih besar
kemiripan antara kembar monozigotik
dan kembar dizigotik, dengan 58%
-76% dari varians di AN yang dicatat dengan faktor genetik aditif. Upaya sedang
dilakukan untuk mengidentifikasi gen risiko AN.
Epidemiologi
Survei
terbaru Komorbiditas Nasional Replikasi menemukan bahwa prevalensi penderita
anoreksia nervosa di Amerika Serikat
adalah 0,9% pada wanita dan 0,3% di kalangan pria. Sekitar 50% -70% dari individu yang terkena
akhirnya mengalami resiko berkelanjutan tetapi dalam jangka waktu yang panjang.
5% -10% dari penderita akhirnya meninggal akibat komplikasi penyakit atau
karena bunuh diri.
Patofisiologi
Faktor
biologis merupakan penyebab utama AN. Ketika tubuh kekurangan gizi dan menjadi
kurus, individu dengan AN akan mengalami perubahan luas dan keparahan otak dan
fungsi organ perifer. Perubahan tersebut menjadi akibat dari kekurangan gizi
dan penurunan berat badan. Untuk memahami etiologi dan perjalanan penyakit AN,
hal ini berguna untuk membagi perubahan neurobiologis menjadi dua kategori:
a. Pertama, tampaknya ada premorbid, genetik
ditentukan sifat perubahan yang berkontribusi terhadap kerentanan perkembangan
AN.
b. Kedua, menghasilkan kekurusan yang parah dan
kematian tertinggi. Kelaparan dan kekurusan memiliki efek mendalam pada fungsi
otak dan sistem organ lain. Hal ini menyebabkan gangguan neurokimia yang dapat
membesarkan sifat premorbid sehingga mempercepat perjalanan penyakit. Sebagai
contoh, struktur otak adalah abnormal dalam keadaan sakit. Ventrikel menjadi
besar dan sulci melebar. Kedua perubahan materi abu-abu dan putih disertai
dengan hilangnya massa tubuh. Studi
menunjukkan normalisasi setelah sembuh Selain itu, ada regresi untuk
fungsi gonad prepubertal (Fakta bahwa gangguan tersebut cenderung untuk
menormalkan setelah restorasi berat badan menunjukkan bahwa perubahan ini
adalah konsekuensi dan bukan penyebab AN. .
Penilaian
Meskipun
alat penilaian banyak tersedia, tidak ada standar untuk melacak tingkat
keparahan. Aspek penilaian pasien dengan gangguan makan sangat penting untuk
mendapatkan informasi tentang status medis. Pelacakan berat badan penting untuk memonitor kalori / asupan
cairan dan tanda-tanda vital. Mengingat berbagai medis dan psikiatris
pemantauan diperlukan untuk memasukkan dokter umum dan spesialis medis, bersama
dengan terapis, dalam perencanaan pengobatan..
Diagnosa
Diagnosa
dengan pemeriksaan fisik. Karena kondisi medis termasuk gangguan pencernaan, dapat hadir dengan tanda-tanda
yang sama baik gejala dan kelainan pada pengujian laboratorium, maka penting
untuk berkonsultasi dengan dokter perawatan dan spesialis yang diperlukan.
Pengobatan
Pengobatan
dilakukan untuk pemulihan berat badan akibat kekurangan gizi dapat memperburuk
gejala dan dapat mengancam nyawa. Banyak individu dengan AN dirawat di rawat
inap, perumahan, atau program pengobatan hari itu fokus pada berat restorasi. Suksesnya pemulihan gizi mungkin penting untuk mencegah
morbiditas dan kematian. Pendekatan pengobatan dapat dibagi lagi berdasarkan
pada kebutuhan terapeutik menjadi tiga tahap: stabilisasi akut, berat
restorasi, dan pencegahan kambuh.
Dalam
pengobatan gangguan makan melalui berbagai pendekatan antardisiplin, termasuk
keperawatan mendukung perawatan dan teknik perilaku, sangat membantu dalam
berat restorasi. DI AS menerapkan praktik berbasis bukti untuk
AN menyediakan pusat perawatan khusus ED dengan penting kesempatan untuk
menawarkan dan mempromosikan perawatan didukung oleh uji coba terkontrol.
Berbagai
macam pendekatan psikoterapi digunakan untuk membantu pasien dan keluarga
mengatasi AN. Sebagian besar pengobatan untuk AN terjadi pada pengaturan rawat
inap. Terapi keluarga mendorong orang tua untuk mengambil "peran
aktif" dalam perawatan, sedangkan pengiriman pendidikan mengenai informasi tentang penyakit, seperti
perjalanan klinis dan alasan untuk pengobatan. Terapi termasuk kognitif terapi perilaku (CBT) (30,
35 - 37), interpersonal therapy (IPT) (35), mendukung psikoterapi (SPT) (38,
39), terapi psikoanalitik (40), dan psikodinamik (41) terapi/. CBT efektif
sebagai terapi perilaku keluarga dalam variabel seperti status gizi dan
perilaku makan (37), sedangkan ego berorientasi psikoterapi. Terapi
psikodinamik kurang efektif dalam berat. Dalam perbandingan terapi individu dan
pengobatan, CBT tidak berbeda dari fluoxetine atau kombinasi CBT / fluoxetine
dalam memprediksi penyelesaian pengobatan.
Terapi
keluarga dilatih dalam mendapatkan kontrol orangtua atas makan anaknya dalam
pencapaian berat badan normal. Setelah berat
badan dan perilaku makan yang normal, kontrol secara bertahap kembali ke anak
untuk bergerak fokus dalam mengejar tahap perkembangan. Salah satu batasan
praktis adalah bahwa psikiatri beberapa klinik menyediakan program rawat jalan
intensif diperlukan untuk memantau pasien tersebut selama berat restorasi.
Setelah restorasi berat badan, kambuh rencana penanggulangan diperlukan untuk
memantau dan kembali pasien terhadap pengobatan yang diperlukan.
Pengobatan
Saat
ini tidak ada obat yang disetujui FDA untuk setiap fase pengobatan AN. Bahkan
selama tahap pemulihan berat, peran obat dalam pengobatan pasien berat badan
rendah AN biasanya terbatas. Pengamatan menunjukan bahwa dengan penggunaan
antipsikotik atipikal menunjukkan keampuhan pada penderita AN. Obat digunakan,
terutama dari fluoxetine yang dapat mencegah kekambuhan. Pengobatan fluoxetine
dikaitkan dengan tingkat kekambuhan berkurang dan penurunan depresi, kecemasan,
dan obsesi dan dorongan. Sedangkan pencegahan menurut Maudsley, terapi keluarga
lebih efektif daripada individu.
4.
Dysthymia In Anorexia Nervosa And Bulimia Nervosa
Dalam studi penelitian ini menganalisis mengenai
adanya dysthymia pada 155 wanita. Beberapa penyelidikan dilakukan pada pasien gangguan makan menunjukkan bahwa mereka cukup sering memiliki tambahan gangguan merjadi Axis I dan II. Selanjutnya, sedikit yang mengetahui tentang kekhususan asosiasi
ini (Herzorg, Keller, Sacks, Yeh, dan Lavori, 1992).
Timbulnya gangguan makan biasanya terjadi selama
masa remaja dan komorbiditas psikiatrik tampaknya lebih besar secara
keseluruhan antara remaja dari kalangan dewasa (Zaider, Johnson, dan Cockell,
2000). Pemahaman yang lebih baik dan pengetahuan berbagai patologi terkait
untuk gangguan makan dapat memberikan praktisi klinis dengan pandangan yang
lebih lengkap dan kepribadian yang sesuai dengan
penderita gangguan makan dan pandangan ini
akibatnya akan memfasilitasi pengembangan lebih efektif strategi terapeutik (Pearlstein, 2002; Río, Torres, dan
Borda, 2002).
Di sisi lain, penelitian tentang komorbiliti pada pasien
dysthymia ini terutama difokuskan studi bersama-sama dengan gangguan Axis II. Ditemukan bahwa tingkat prevalensi gangguan kepribadian cukup tinggi, mulai dari 15% menjadi 85%. Angka ini lebih tinggi
dari kejadian yang sebelumnya (Lada et al., 1995).
Di sisi lain, secara
empiris menentukan apakah perubahan biologis dan kognitif yang disebabkan oleh
kekurangan gizi dapat meningkatkan
kecenderungan untuk depresi pada orang yang memiliki gangguan makan atau apakah
itu adalah penyebab langsung depresi (Cooper, 1995; O'Brien dan Vincent, 2003;
Szmuckler, 1987). Literatur khusus menggambarkan hubungan yang kuat antara
kedua kategori diagnostik. Sebagai contoh, berat rendah dapat menyebabkan
perasaan depresi, sedangkan penurunan berat badan juga merupakan gejala dari
gangguan depresi. Suasana hati yang negatif dapat menyebabkan orang tidak nafsu
untuk makan, dan juga muntah dapat mengakibatkan mood negatif.
Di sisi lain, ada bukti bahwa wanita mengalami
gangguan makan sebelum terjadinya gangguan depresi. Dengan demikian, ada
konsensus luas di kalangan peneliti tentang fakta bahwa depresi terkait dengan
gangguan makan adalah proses yang berkembang di kemudian hari (Pasukan et al,
2001.). Ada prevalensi yang lebih besar yang diharapkan
dari gangguan depresi antara pasien dengan anoreksia nervosa (AN) dan bulimia
nervosa (BN). Namun, tampaknya, gangguan depresi tidak memiliki kemungkinan
yang sama diantara semua jenis gangguan makan, tetapi hal ini penting khususnya
dalam variasi/bulimia membersihkan (BNP dan ANP), ini berarti pasien yang lebih
tertekan oleh kurangnya kontrol atas makanan mereka dan atas efek sekunder dari
gangguan makan (O'Kearney, Gertler, Conti, dan Duff, 1998). Jelas, hubungan
antara gangguan makan dan depresi telah banyak dipelajari dan telah mengalami perdebatan yang
mendalam (Casper, 1998; Strober dan Katz, 1987; Szmuckler,
1987). Namun, ada sedikit penyelidikan yang secara khusus mempelajari gangguan
dysthimic pada pasien dengan gangguan makan.
5.
Pancreatitis Kronis Pada Pasien Dengan Kekurangan Gizi Dalam Kaitan
Dengan Anorexia Nervosa
Seorang
wanita (25 thn) perokok, setelah 3 tahun memperburuk sakit epigastriknya yang
kemudian menyebar ke punggungnya. Dilaporkan bahwa dia tidak menggunakan pengobatan selama 8 tahun. Dia
telah didiagnosa mempunyai hasil yang bersifat jenis anorexia nervosa, dengan
BMI pada yang paling buruknya 12,5 kg/m2. Riwayat penyalahgunaan
alkohol selama 3 tahun sebelum presentasi, satu botolnya berisi (750 ml)
yang berjenis wiski atau jenewar/gin yang dikonsumsi selama 3-4 hari di
atas rata-rata. Dia tidak pernah berprasangka dan test fungsi hatinya tidak
menyarankan penghalang. Ultrasound abdominal mendorong kearah penemuan suatu
luka cystic di dalam kepala dari pankreas yang ditetapkan/diteliti melalui CT
scan. Dari penelitian ditunjukan suatu hypodensas dan disarankan internal
septations dengan kemungkinan terdapat komponen padat. Tidak ada tanda lain
yang mendukung terhadap diagnosis pankreatitis kronis. Hasil diagnosa
sementara, cystic merupakan gejala, mucinous, dan telah terbentuk neoplasma di
dalam pankreas. Manajemen awal mencakup perawatan terhadap anoreksia dan
kekurangan gizi mempertimbangkan kesembuhan mengenai gizi ketika dia tidak
sesuai dengan perawatan. Ini juga memungkinkan timbulnya bisul/benjolan pada
periode ini. Setelah itu melakukan CT abdomen pada 3 bulan menunjukkan
perbesaran luka. Tidak ada corak lain yang mendukung hasil diagnosa tentang
kronis pancreatitis. Hasil diagnosa sementara suatu cystic yang merupakan
gejala, mungkin mucinous, neoplasma pankreas telah dibuat. Manajemen awal
mencakup perawatan dari anorexia dan
kekurangan gizi mempertimbangkan kesembuhan perihal gizi ketika tidak sesuai
untuk perawatan. Ini juga memungkinkan evaluasi bisul selama periode ini. Sesudah itu,
menuju CT abdomen pada 3 bulan menunjukkan memperbesarnya luka.
Patogenesis
pancreatitis kronis adalah
kompleks dan menjadi kaitan dengan beberapa mekanisme. Etiologi/faktor resiko telah digolongkan oleh midwest USA
Multicenter Kelompok Studi tentang Pankreas
( TIGAR-O sistem) : 1) metabolisme beracun; 2) idiopathic; 3) hal azas
keturunan; 4) autoimmune; 5) kumat dan akut menjengkelkan pancreatitis; 6)
bersifat menghalangi.
Hipotesis
berbeda untuk pathogenesis kronis pancreatitis telah diusulkan. Braganza et al. pertama mengusulkan peran yang pusat
tentang oxidative menekan penyakit tentang pankreas. Studi yang bersifat percobaan dan klinis lebih lanjut mempunyai data yang disajikan untuk
memperkuat bukti itu mendukung suatu ketidak seimbangan antara tekanan
oxidative dan mengurangi kapasitas antioxidant yang penting tentang
luka-luka/kerugian pada pankreas. Pengaktifan tentang stellate tentang pankreas sel kini sedang dilihat
untuk menjadi pusat fibrogenesis kronis pancreatitis setelah luka-luka/kerugian
tentang pankreas dan peran yang penting sel ini main tentang pankreas penyakit
diterangkan.
Penengah penting melibatkan pengaktifan atau pembedaan stellate sel tentang
pankreas meliputi TNF-ALPHA, IL1, IL6, TGF-BETA1 antar orang yang lain.
Kasus pankreatitis akut yang didokumentasikan
bersama-sama anoreksia dilihat di kekurangan gizi nervosa, bulimia nervosa dan tekanan utama
juga ketika pancreatitis terjadi dengan memberi makan kembali individu anoreksia. Akut kumat pancreatitis telah pula dihubungkan dengan kekurangan gizi
anorexia. Suatu pencarian literatur yang
medis hanya mengungkapkan satu lain kasus pseudocyst pengembangan yang
didokumentasikan di suatu pasien dengan
pancreatitis kronis dan suatu gangguan makan.
Kedua-duanya
yang kekurangan gizi kronis dan mengalami gangguan makan kembali setelah
periode dari kekurangan gizi telah didalilkan untuk mendorong ke arah pancreatitis akut. Di dalam suatu rangkaian kecil yang
menyertakan sepuluh pasien dengan anoreksia nervosa, kelainan ultrasonik pankreas mengusulkan akut pancreatitis
ditemukan tiga pasien kekurangan gizi energi dan protein mempimpin ke
berhentinya pertumbuhan tentang pankreas dan ilmu jaringan tubuh
mempertunjukkan acinar berhentinya pertumbuhan sel dan epithelial metaplasia
dengan dilatasi cystic saluran pipa tentang pankreas dan fibrosis. Ini telah
dipertunjukkan baik dalam manusia dan lain kardinal/primata. Perubahan lain melihat di kekurangan gizi energi protein pada elktron mikroskopi adalah zymogen biji/butir halus
melepaskan Sebagai tambahan, trypsinogen tingkatan tinggi (mencerminkan kerusakan sel acinar dan ductal gangguan) telah pula
dipertunjukkan energi protein kekurangan
gizi. Sebagai tambahan energi protein yang kekurangan
gizi mempunyai yang dihubungkan dengan yang ditingkatkan tingkat cytokines IL1,
IL6 dan TNF-ALPHA, dengan ditingkatkan tingkat IL1 dan TNFALPHA pasien
malnourished yang dilihat menderita dari anoreksia nervosa. Cytokines ini telah ditunjukkan untuk dihubungkan dengan pancreatitis kronis dan pengaktifan atau pembedaan dari stellate
sel pankreas.
Ada bukti bahwa
kekurangan gizi energi protein, mencakup anoreksia
nervosa, dihubungkan dengan suatu dihabiskan status antioksidan dan kepekaan yang berikut ke oxidatif menekan dan merusakkan. Bukti ini meliputi suatu peningkatan di dala butir-butir darah merah superoxide dismutase
aktivitas dengan yang dikurangi tingkat antioksidan vitamins A, E dan C seperti halnya serum
ceruloplasmin, tembaga dan selenium dan darah utuh glutathione peroxidase
aktivitas energi protein malnourished anak-anak. Vitamin yang disusutkan E mengukur dan meningkat catalase aktivitas di
dalam pasien anoreksik malnourished juga mempunyai yang ditunjukkan. Lagipula peningkatan produk oxidatif yang mencakup lipid peroksida dan amino yang dioksidasi cuka telah
dipertunjukkan di dalam energi protein pasien malnourished.
Kekurangan
gizi energi protein ketika ditemukan anoreksia nervosa mungkin dipertimbangkan untuk mendorong kearah pancreatitis
kronis dan akut melalui/sampai termasuk mekanisme oxidatif merusakkan sistem dengan antioksidan cadangan lemah, dengan kerusakan
berapi-api/penyebab radang yang menyertakan IL1, IL6 dan TNF-ALPHA. Ini
mengakibatkan pengaktifan sel stellate
tentang pankreas dengan berkelanjutan
radang/penyalaan dan fibrosis dan yang berikut kronis pancreatitis. Pasien lakukan mempunyai suatu sejarah
pendek/singkat penyalahgunaan alkohol, bagaimanapun, kita mengusulkan itu adalah tidaklah cukup untuk
sendiri mempengaruhi pancreatitis kronis. Indikasi untuk perawatan telah
didasarkan pada anggapan neoplasma cystic yang merupakan gejala. Neoplasia
cystic dan penyakit berbahaya adalah yang ilmu jaringan tubuh didasarkan pada
yang dikeluarkan menetapkan kronis pancreatitis. Pasien yang menunjukkan
kekurangan gizi dan sakit epigastrik kumat seharusnya diselidiki untuk ilmu penyakit yang tentang pankreas
dan kemungkinan pancreatitis dan kehadiran pseudocysts menjamu.
6. Anorexia Nervosa : Divergent Validity Of A Prototype Narrative Among
Anorexia Relative.
Pada
objek dari studi ex post facto adalah untuk menguji validitas yang berbeda
(tingkat diskriminasi) dari narasi prototipe anoreksia menurut confidents
anorectic dekat (kerabat), serta menjelajahi karakteristik yang berbeda dari
para peserta yang mungkin berhubungan dengan anoreksia nervosa berpartisipasi
dalam penelitian dan diminta untuk menunjukkan identifikasi derajat mereka,
menurut relatif mereka, dengan lima prototip narasi yang berbeda (depresi,
argoraphobia, anoreksia, pecandu alkohol, kecanduan obat dan prototipe). Hasil
tidak confrim validitas berbeda dari prototipe anoreksia. Tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan antara indentifikasi dengan prototipe anoreksia dan
depresi, alkoholisme argoraphobia dan prototipe. Satu-satunya perbedaan
signifikan yang ditemukan adalah untuk perbandingan antara prototipe kecanduan
obat amd anoriksik. Namun, ibu dan durasi penyakit anorectic yang ditemukan
terkait dengan tingkat indentifikasi narasi prototipe. Hasil dibahas dalam hal
sistemik versus pendekatan prototipe untuk gangguan makan.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Anoreksia
atau dikenal dengan nama ilmiah “Anorexia
nervosa” berasal dari
bahasa Yunani yang artinya kurangnya nafsu makan dan bahasa latin yang artinya saraf asal. Secara umum anoreksia adalah suatu
jenis penyakit mental pada seseorang dalam perilaku mengonsumsi makanan. Memang
ada perbedaan signifikan mengenai ciri khas kedua penyakit ini. Secara kasat
mata, penderita anoreksia badannya terlihat kurus kering seperti tengkorak hidup. Faktor
biologis merupakan penyebab utama anoreksia nervosa. Ketika tubuh kekurangan
gizi dan menjadi kurus, individu dengan anoreksia nervosa akan mengalami
perubahan luas dan keparahan otak dan fungsi organ perifer. Perubahan tersebut
menjadi akibat dari kekurangan gizi dan penurunan berat badan. Pencegahan anoreksia
nervosa, antara lain :
a.
Makan
secara normal
b.
Diet yang seimbang sejak usia muda
c.
Mengadakan diskusi
keluarga tentang anoreksia nervosa sebelum anak–anak menjadi remaja.
d.
Diet dengan bantuan seorang
ahli gizi, atau dilakukan sendiri sesudah membaca tentang cara .yang baik untuk
melakukan hal tersebut.
Terdapat beberapa
bentuk penanganan (treatment) bagi
penderita anoreksia nervosa antara
lain dengan medikasi (pemberian obat), penanganan psikologis dan gabungan
antara medikasi dan penanganan psikologis
2.
Saran
Jika anda ingin mengurangi berat badan, lakukanlah diet yang seimbang
(diet dengan bantuan ahli gizi), agar diet yang akan dilakukan tidak membuat
menjadi anoreksia nervosa. Selain itu, untuk mencegah anoreksia nervosa dapat
dilakukan dengan selalu hidup dengan pola hidup yang sehat serta selalu
mengkonsumsi makan-makanan yang bergizi, walau anda ingin diet tetap lakukan
diet dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
A. Khandke Devendra. 2011. Efficacy of a Polyherbal Appetite Stimulant
in the Treatment of Anorexia in Children. http://medind.nic.in/ice/t11/i10 /icet11i10p407.pdf. Diakses pada
tanggal 10 April 2012.
Borda Mas et al. 2008 .Dysthymia In Anorexia Nervosa and Bulimia
Nervosa. http://www.redalyc.uaemex.mx/redalyc/pdf/337/33780105.pdf. Diakses pada
tanggal 10 April 2012.
Deni Elianus dan Indri Lestasri. 2012. Anoreksia Nervosa. http://www.scribd.com/doc/ 13045596/Anoreksia-Nervosa. Diakses pada
tanggal 10 April 2012.
Duvvuri dan Kaye. 2009. Anorexia Nervosa. http://eatingdisorders.ucsd.edu/ research/pdf_papers/2009/Duvvuri2009AnorexiaNervosa.pdf. Diakses pada
tanggal 10 April 2012.
JOP. Journal of the Pancreas. 2008. Chronic Pancreatitis in a Patient
with Malnutrition Due to Anorexia Nervosa. http://www.joplink.net/prev /200805/200805_15.pdf. Diakses pada tanggal
Machado et al. 2006. Anorexia Nervosa : Divergent Validity Of A Prototype Narrative Among
Anorexia Relative. http://www.redalyc.uaemex.mx /redalyc/pdf/337/33760202.pdf. Diakses pada tanggal 10 April 2012.
Sidiropoulos
Michael. 2007. Anorexia Nervosa: The physiological
consequences of starvation and the need for primary prevention efforts. http://www.medicine.mcgill.ca/MJM/issues/v09n01/case_rep/Anorexia%20Nervosa.pdf .Diakses pada
tanggal 10 April 2012.
Sokol & Gray, 1998; Davison et al., 2004 ; Halmi, Sitat dalam
Dusek, 1996. Anoreksia Nervosa. http://www.scribd.com/doc/53419837/14/II-1-8-Penanganan-Anorexia-Nervosa. Diakses pada
tanggal 10 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar