Rabu, 07 Desember 2011

Makalah Transfusi Darah ditinjau dari segi Moral,Hukum dan Etika

TUGAS TERSTUKTUR
MATA KULIAH DASAR ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN
“TRANSFUSI DARAH”



Disusun oleh  :

1.      Anggitaningrum          G1B008102
2.      Stevy E.N Purba         G1B010013
3.      Amanda P                   G1B010037
4.      Fidyah Nurul F           G1B010061
5.      Cynthia Amanda         G1B010088


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2011



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia berat (WHO, 2007).
Kemajuan dalam ilmu bedah dan pengobatan mengakibatkan bertambah seringnya dilakukan transfusi darah. Pemberian darah ataupun komponennya dimaksudkan antara lain untuk menjamin kemampuan penyediaan oksigen dalam batas curah jantung yang dapat dihasilkan oleh tubuh, menjamin cukup tersedia trombosit dan faktor-faktor pembekuan, dan untuk mencukupi isi ruang intravaskular (Miller, 1981).
Transfusi darah sering merupakan penyelamat jiwa, akan tetapi morbiditas dan motalitas setelah transfusi darah juga cukup tinggi. Karena itu transfusi darah seyogiyanya hanya diberikan apabila ada indikasi yang jelas. Biasanya seorang dewasa normal masih dapat dengan baik mengatasi gangguan fungsional yang ditimbulkan oleh kehilangan 10% isi darah, 20% kemampuan membawa oksigen atau kehilangan 40% faktor pembekuan. Kehilangan sebanyak dua kali jumlah tersebut di atas masih belum mengakibatkan kematian walaupun menimbulkan gejala yang cukup berat (Rodman, 1988).
Meskipun kegiatan transfusi darah sudah dirintis sejak masa perjuangan revolusi oleh PMI, namun baru melalui Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, pemerintah menetapkan peran PMI sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan transfusi darah di Indonesia.
Target pelayanan transfusi darah adalah berupaya memenuhi kebutuhan darah yang bermutu, aman dan mencukupi serta dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Kini, kegiatan tersebut dapat dilayani di 165 Unit Transfusi Darah Pembina Darah dan Cabang Tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II, yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga sekarang jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 0,47% dari jumlah penduduk Indonesia. Idealnya jumlah darah yang tersedia adalah berkisar 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Darah diperoleh dari sumbangan darah para donor darah sukarela maupun donor darah pengganti.
Dalam melakukan pelayanan transfusi darah kepada masyarakat, PMI tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada pendonor darah tetapi juga ke masyarakat yang pengguna darah. Karenanya menjadi penting untuk melakukan sosialisasi informasi mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan masalah transfusi darah kepada masyarakat luas, seperti bagaimana menjadi donor darah; prosedur permintaan darah; pengelolaan darah dan biaya pengolahan darah (service cost).

B.            Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah transfusi darah bila dilihat dari sudut pandang hukum, etika dan moral?

C.           Tujuan penelitian
a.    Mengetahui hukum transfusi darah.
b.    Mengetahui etika dan moral transfusi darah.

D.           Manfaat penulisan
Mahasiswa dapat mengetahui transfusi darah dari segi etika, moral dan hukum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Peraturan  Pemerintah No. 18 tahun 1980, definisi transfusi darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita yang darahnya telah tersedia dalam botol  kantong plastik. Usaha transfusi darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan dan penyampaian darah kepada orang sakit. Darah yang digunakan adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyumbang darah adalah semua orang yang memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah (PMI, 2002).
Transfusi darah yaitu memindahkan darah dari sesorang kepada orang lain karena kepentingan medis. Islam sendiri telah membolehkan kegiatan transfusi darah dilakukan, karena dengan melakukan transfusi darah  berarti kita telah menyelamatkan jiwa seseorang. Sedangkan tujuan transfusi darah adalah untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah). mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis, tindakan terapi kasus tertentu (Tafany, 2009).
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (pendonor) kepada orang lain (resipien). Transfuse darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah dari luar, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi. Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah.

BAB III
PEMBAHASAN
A.           Transfusi Darah
§  Pengertian Transfusi Darah
Menurut Peraturan  Pemerintah No. 18 tahun 1980, definisi transfusi darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita yang darahnya telah tersedia dalam botol  kantong plastik. Usaha transfusi darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan dan penyampaian darah kepada orang sakit. Darah yang digunakan adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyumbang darah adalah semua orang yang memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah (PMI, 2002).
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari donor yang sehat kepada penderita. Pada tahun 1900 Dr. Loustiner menemukan 4 macam golongan darah :
1.    Golongan darah A
2.    Golongan darah B
3.    Golongan darah AB
4.    Golongan darah O
Selain itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu rhesus faktor positif dan rhesus faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus faktor positif banyak terdapat pada orang Asia dan negatif pada orang Eropa, Amerika dan Australia.
§  Pengelolaan Darah
Pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain (PMI, 2002):
a.       Rekruitmen donor
b.      Pemeriksaan golongan darah
c.       Pemeriksaan uji saring
d.      Pengambilan darah donor
e.       Pemisahan darah menjadi komponen darah
f.       Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien
g.      Penyimpanan darah di suhu tertentu

§  Tujuan Transfusi Darah
Tranfusi darah diberikan untuk (PMI, 2007) :
a.         Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
b.        Memperbaiki kekebalan
c.         Memperbaiki masalah pembekuan
d.        Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor
e.         Memelihara keadaan biologis darah atau komponen–komponennya agar tetap bermanfaat
f.         Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah)
g.        Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
h.        Meningkatkan oksigenasi jaringan
i.          Memperbaiki fungsi homeostatis
j.          Tindakan terapi kasus tertentu

§  Syarat-syarat Mendonorkan Darah
Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi pendonor agar dapat mendonorkan darahnya, yaitu (PMI, 2009) :
1.        Umur antara 17 - 60 tahun
2.        Berat badan 50 kg atau lebih
3.        Kadar hemoglobin 12,5 g/dl atau lebih 
4.        Tekanan darah 120/140/80 - 100 mmHg
5.        Nadi 50-100/menit teratur
6.        Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis
7.        Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita)
8.        Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun
9.        Kulit lengan donor sehat
10.    Tidak menerima transfusi darah/komponen darah 6 bulan terakhir
11.    Tidak menderita penyakit infeksi malaria, hepatitis, HIV/AIDS
12.    Bukan pencandu alkohol/narkoba
13.    Tidak mendapat imunisasi dalam 2/4 bulan terakhir.
14.    Beritahu petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir

§  Manfaat Transfusi Darah
Beberapa manfaat yang diperoleh dengan melakukan transfusi darah, antara lain :
1.        Dapat mengetahui golongan darah tanpa dipungut biaya.
2.        Secara teratur telah memeriksakan kesehatan (tiap kali menjadi donor 3 bulan sekali) yang meliputi : tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi badan, berat badan, hemoglobin, penyakit dalam, penyakit hepatitis B dan hepatitis C serta penyakit HIV/AIDS.
3.        Sekali menjadi donor dapat menolong/menyelamatkan 3 orang pasien yang berbeda.
4.        Darah anda dapat menyelamatkan jiwa orang lain secara langsung.
5.        Pendonor yang secara teratur mendonorkan darah (setiap 3 bulan) akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung sebesar 30%   seperti serangan jantung koroner dan stroke.

B.     Hukum Transfusi Darah
Secara historis, atas dasar kemanusiaan dan kedermawanan, sejak tahun 1950 PMI sudah mulai melakukan kegiatan pengelolaan sumbangan darah. Namun baru tahun 1980 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980 yang menugaskan PMI untuk menyelenggarakan transfusi darah, termasuk hubungan kerja antara PMI dengan Departemen Kesehatan.
Pada tahun 1992, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 dimana Pelayanan Usaha Transfusi Darah telah diatur didalamnya. Inilah landasan hukum bagi penyelenggaraan UKTD (Upaya Kesehatan Transfusi Darah).
Peraturan transfusi darah tercantum dalam PP No.18 tahun 1980 pada intinya menjelaskan :
a.       Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 : intinya menjelaskan tentang definisi transfusi darah, penyumbang darah dan pengertian dari darah
b.      Bab II Pengadaan Darah
Pasal 2 : menerangkan bahwa pengadaan darah dilakukan secara sukarela tanpa pemberian penggantian berupa apapun.
c.       Bab III Perbuatan Yang Dilarang
Pasal 3 : Dilarang memperjual belikan darah dengan dalih apapun.
Pasal 4 : Dilarang mengirim dan menerima darah dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Pasal 5 : Larangan tersebut dalam Pasal 4 tidak berlaku untuk: Keperluan penelitian ilmiah dan atau dalam rangka kerjasama antara Perhimpunan Palang Merah Indonesia dengan Perhimpunan Palang Merah lain atau badan-badan lain yang tidak bersifat komersial dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri.
d.      Bab IV Pengelolaan Dan Biaya
Pasal 6 : Intinya menjelaskan pengelolaan dan pelaksanaan darah ditugaskan oleh PMI.
Pasal 7 : Pengelolaan darah harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 8 : Pengolahan darah harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 9 : Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menjadi tanggungjawab Palang Merah Indonesia.
Pasal 10 : Biaya pengolahan dan pemberian darah kepada si penderita ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Palang Merah Indonesia dengan memperhitungkan biaya-biaya untuk pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan tanpa memperhitungkan laba.
e.       Bab V Bimbingan Dan Pengawasan
Pasal 11 : Bimbingan dan pengawasan penyelenggaraan usaha transfusi darah ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12 : Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pengurus Besar Palang Merah Indonesia bertanggungjawab kepada Menteri.
f.       Bab VI Tanda Penghargaan
Pasal 13 : Palang Merah Indonesia dapat memberikan tanda penghargaan kepada penyumbang darah.
g.      Bab VII Ketentuan Pidana
Pasal 14 : Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 8 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
h.      Bab VIII Ketentuan Penutup
Pasal 15 : Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 16 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Selain tentang transfusi darah, pemerintah juga membuat peraturan tentang pelayanan darah dalam PP No.7 tahun 2011 yang isinya :
a.       Pasal 1 menjelaskan tentang pengertian dari pelayanan darah, pelayanan ransfusi darah, penyediaan darah, fraksionasi plasma, pelayanan apheresis,  pendonor darah, fasilitas pelayanan kesehatan, Unit Transfusi Darah (UTD), Bank Darah Rumah Sakit (BDRS), pemerintahan pusat, pemerintahan daerah dan menteri.
b.      Pasal 2 menjelaskan tentang tujuan pengaturan pelayanan darah, antara lain :
1)   Memenuhi ketersediaan darah yang aman untuk kebutuhan pelayanan kesehatan
2)   Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan darah
3)   Memudahkan akses meperoleh darah untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
4)   Memudahkan akses memperoleh informasi tentang ketersediaan darah

Dalam Undang-Undang Kesehatan terbaru No. 36 tahun 2009 mengatur tentang pelayanan darah pada Bab V tentang Sumber Daya di Bidang Kesehatan bagian kesebelas sebagai berikut:
Pasal 86
(1) Pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
(2) Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari pendonor darah sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi pendonor dengan mengutamakan kesehatan pendonor.
(3) Darah yang diperoleh dari pendonor darah sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum digunakan untuk pelayanan darah harus dilakukan pemeriksaan laboratorium guna mencegah penularan penyakit.
Pasal 87
(1) Penyelenggaraan donor darah dan pengolahan darah dilakukan oleh Unit Transfusi Darah.
(2) Unit Transfusi Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi sosial yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kepalangmerahan.
Pasal 88
(1)  Pelayanan transfusi darah meliputi perencanaan, pengerahan pendonor darah, penyediaan, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
(2) Pelaksanaan pelayanan transfusi darah dilakukan dengan menjaga keselamatan dan kesehatan penerima darah dan tenaga kesehatan dari penularan penyakit melalui transfusi darah.
Pasal 89
Menteri mengatur standar dan persyaratan pengelolaan darah untuk pelayanan transfusi darah.
Pasal 90
(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan darah yang aman, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
(2) Pemerintah menjamin pembiayaan dalam penyelenggaraan pelayanan darah.
(3) Darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 91
(1) Komponen darah dapat digunakan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan melalui proses pengolahan dan produksi.
(2) Hasil proses pengolahan dan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan oleh Pemerintah.
Pasal 92
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diaturdengan Peraturan Pemerintah.


C.    Aspek Etika dan Moral Transfusi Darah
Dalam segi moral dan etika, pengadaan darah dilakukan atas dasar “sukarela” tanpa maksud mencari keuntungan maupun menjadikan darah obyek jual beli. Hasil kegiatan UKTD PMI adalah darah yang sehat, aman dan tersedia tepat waktu. Disamping itu darah dapat diolah menjadi komponen-komponen darah yang dapat diberikan kepada pasien dengan tepat waktu sesuai kebutuhan. Darah tidak boleh diperjualbelikan dengan dalih apapun juga, karena darah diberikan oleh donor dengan sukarela.
DDS (Donor Darah Sukarela) adalah donor darah yang memberikan darahnya dengan sukarela tanpa melihat sendiri atau mengetahui kepada siapa darah itu akan diberikan dan tidak menerima uang atau bentuk pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima sesuatu keuntungan.
DDP (Donor Darah Pengganti) adalah donor darah yang darahnya diberikan untuk menolong saudaranya atau temannya yang sakit, yang memerlukan darah.
Disamping kedua macam donor darah tersebut, masalah kedermawanan darah di Indonesia mempunyai  infra struktur yang kokoh, yaitu “PANCASILA” sebagai falsafah bangsa Indonesia, sehingga usaha transfusi darah di Indonesia harus dilakukan berdasarkan perikemanusiaan dan kesukarelaan.

D.    Studi Kasus
Pada bulan Februari 2011 di Sumbawa besar, Gaung NTB, terjadi kasus kesalahan dalam transfusi darah pada pasien yang berobat di RSUD Sumbawa dan menyebabkan pasien meninggal dunia. Kejadian ini dilakukan oleh seorang perawat yang diakui lalai dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan karena kurang profesionalnya tenaga perawat di RSUD Sumbawa tersebut. Dengan kejadian ini, maka perawat tersebut dikenai sanksi etika profesi dan ditarik menjadi staf di Bidang Keperawatan RSUD Sumbawa.

E.     Pembahasan
Pada kasus ini, kelalaian dalam melakukan transfusi darah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan yaitu perawat, telah melanggar hukum kesehatan yaitu pada KMK No.148 tahun 2010  Pasal 8 dan Pasal 12 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat yang pada intinya berisi tentang penyelenggaraan praktik dan kewajiban perawat serta dalam menjalankan praktiknya perawat harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau organisasi profesi.
Dilihat dari aspek etika dan moral, perbuatan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan transfusi darah merupakan perbuatan yang melanggar kode etik profesi, karena mengakibatkan orang lain dalam keadaan bahaya, bahkan pasien sampai meninggal dunia.
Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas, dapat dilihat bahwa keberadaan standar profesi medis sebagai salah satu faktor penting untuk dapat menentukan ada atau tidak adanya tindakan malpraktek yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Seperti tercantum dalam Pasal 21 Ayat (2) PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa standar profesi tenaga kesehatan menurut Peraturan Pemerintah ini adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik. Sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Dalam aspek hukum transfusi darah diatur dalam PP No.18 tahun 1980 tentang Transfusi Darah dan PP No.7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah serta Undang-Undang No. 23 tahun 1992 dimana pelayanan usaha transfusi darah tercantum didalamnya.
2.      Dalam aspek moral dan etika, pengadaan darah atau transfusi darah dilakukan atas dasar “sukarela” tanpa maksud mencari keuntungan maupun menjadikan darah obyek jual beli. Selain itu, masalah kedermawanan darah di Indonesia mempunyai  infra struktur yang kokoh, yaitu “PANCASILA” sebagai falsafah bangsa Indonesia, sehingga usaha transfusi darah di Indonesia harus dilakukan berdasarkan perikemanusiaan dan kesukarelaan.

B.     Saran
1.      Bagi tenaga kesehatan diharapkan lebih cermat dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan sesuai dengan kode etik yang berlaku, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
2.      Sanksi yang diberikan bagi tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran diharapkan lebih tegas lagi, sehingga membuat tenaga kesehatan lebih berhati-hati dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan No.148 tahun 2010
Miller, R.D., Brzica, S.M., 1981.  Blood, Blood Component, Colloid and
Autotransfusion Therapy. In: Miller, R.D., .Anesthesia Vol. II. New York:
Churchill Livingstone, 885—922.
Palang Merah Indonesia, 2002.  Serba Serbi Transfusi Darah.  Jakarta: Palang
Merah Indonesia.  http://www.palangmerah.org/pelayanan_transfusi.asp
Diakses pada tanggal 28 November 2011.
Palang Merah Indonesia . 2007.  Pengertian Transfusi Darah.
Diakses pada tanggal 28 November 2011.
Palang Merah Indonesia. 2009. Transfusi Darah. http://pmi.tarakankota.go.id/site/modules.php?name=Transfusi_Darah_PMI_Tarakan&op=detil&mkode=1 . Diakses pada tanggal 28 November 2011.
Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1980
Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 2011
Peraturan Pemerintah RI No.32 Tahun 2009
Rodman, Jr, G.H., 1983. Bleeding and Clotting Disorders: Blood Transfusions,
Complications and Component Therapy. In: Rodman, G.H., Text Book of
Critical Care. Philadelphia: WB Saunders Company, 730-2.
Tafany.2009.  Transfusi Darah. http://tafany.wordpress.com/2009/06/12/transfusi-darah/ Diakses pada tanggal 28 November 2011.
Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992
Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009
Diakses pada tanggal 28 November 2011.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar