Minggu, 21 Oktober 2012

Ekonomi Kesehatan


TUGAS TERSTUKTUR
MATA KULIAH EKONOMI KESEHATAN
“SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN DI NEGARA MALAYSIA”

OLEH :
STEVY ERDIATRI NATALIA PURBA
G1B010013
A.  Gambaran Umum Negara Malaysia
Jumlah penduduk di Malaysia 27 juta jiwa dengan luas negara 329.000 Km2, dan pendapatan per kapita US 8,141 (PPP 14,072). Tahun 2008 masuk dalam kategori pendapatan menengah atas. Jumlah penduduk daerah perkotaan sebesar 56% dari jumlah penduduk di negara tersebut. Angka buta huruf 92%, jumlah usia tua lebih dari 65 tahun sebesar 4,5% dan akses terhadap air bersih sebesar 95%. Angka kematian bayi pada tahun 2008 sebesar 6 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu 30 per10.000 kelahiran hidup sedangkan angka harapan hidup bagi laki-laki usia 72 tahun dan wanita di usia 76 tahun dan angka kematian kasar sebesar 4,5 (Herman Andi, 2009).
Ibukota negara Malaysia adalah Kuala Lumpur, sedangkan Putrajaya menjadi pusat pemerintahan persekutuan. Negara ini dipisahkan oleh Kepulauan Natuna, wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan ke dalam dua kawasan yaitu Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Malaysia berbatasan dengan Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei, dan Filipina. Negara ini terletak di dekat khatulistiwa dan beriklim tropika. Kepala negara Malaysia adalah Yang di-Pertuan Agong dan pemerintahannya dikepalai oleh seorang Perdana Menteri. Model pemerintahan Malaysia mirip dengan sistem parlementer Westminster (Wijayana, Sena. 2012).

B.  Sistem Perawatan Kesehatan Malaysia
Setelah kemerdekaan pada tahun 1957, bertahun-tahun sistem perawatan kesehatan di Malaysia adalah praktis pelayanan kesehatan nasional. Meskipun perawatan primer disediakan oleh sektor publik dan swasta, daerah pedesaan seluruhnya hampir dilayani oleh jaringan klinik kesehatan yang luas dan rumah sakit pemerintah berkembang dengan pesat dalam tahun 1960-an. Para praktisi swasta umum biasanya hanya ditemukan di daerah perkotaan. daerah pedesaan didominasi pelayanan kesehatan pemerintah, sehingga perawatan di rumah sakit diberikan oleh sektor publik, meskipun ada rumah sakit Kristen dan rumah sakit amal (swasta) yang telah didirikan oleh masyarakat Tionghoa. Akan tetapi, pelayanan kesehatan hampir seluruhnya disediakan oleh pemerintah federal, dan didanai melalui APBN (Phua, K.L. 2000).
Pada 1980-an, hal ini mulai berubah, dengan permintaan perawatan kesehatan dan pemanfaatan yang didorong oleh peningkatan pendapatan dan muncul kelas menengah, serta peningkatkan urbanisasi. Pengaruh internasional dan kebijakan pemerintah yang didukung pula pertumbuhan sektor swasta, sehingga dalam sistem perawatan kesehatan yang sekarang jauh lebih kompleks. Meskipun perawatan primer masih seimbang antara sektor swasta dan sektor publik (dalam hal jumlah pelayanan dokter), tetapi sektor rumah sakit terjadi peningkatan pesat dari perusahaan, milik investor entitas, dan kehadiran klinik spesialis. Dalam pembiayaan sektor swasta penggunaan obat, Out of Pocket Payment telah menggelembung, dan ada peningkatan resor untuk asuransi kesehatan dan dikelola organisasi perawatan (Phua, K.L. 2000).

C.  Permasalahan
Masalah yang dihadapi Malaysia dari segi kesehatan adalah tingkat kepuasan warga negara (outcome). Masalah yang diidentifikasi yaitu kinerja pelayanan kesehatan terhadap kepuasaan warga negara dimana penyebabnya ada tiga yaitu; adanya permintaan meningkatkan permintaan untuk pelayanan kesehatan yang berbeda, pemerintah tidak mampu menyediakan seluruh pelayanan kesehatan dan akses (waktu tunggu lama, waktu bertemu dengan pasien terbatas) (Herman Andi, 2009).
Fokus masalah yaitu dari pemerintah tidak mampu menyediakan seluruh pelayanan kesehatan dan aksesnya. Perilaku tidak sehat yang disebabkan oleh gaya hidup, pemilihan makanan kesehatan yang mahal dan kurangnya insentif promosi kesehatan. Dari masalah ini kemudian diusulkan reformasi kesehatan melalui 4 (empat) tombol yaitu pembiayaan, pembayaran, regulasi, organisasi dan perilaku (Herman Andi, 2009).
Pada segi pembiayaan diusulkan adanya asuransi kesehatan sosial, asuransi masyarakat dan pembayaran sebagian. Dari segi pembayaran tidak ada analisis. Dari segi regulasi adalah kegiatan baru asuransi, regulasi kesehatan yang baik, pedoman dan kesiapan kebijakan. Sedangkan segi organisasi dengan membentuk hubungan adminsistrasi organisasi dengan model baru, membentuk sistem pengarahan, kesiapan struktur organisasi dan pengaturan kesehatan. Dari segi perilaku yang diusulkan adalah pembagian tanggungjawab dan pendidikan kepada masyarakat (Herman Andi, 2009).

D.  Sistem Pembiayaan Kesehatan
Malaysia menganut sistem kesehatan dua jalur layanan kesehatan yakni disediakan oleh pihak pemerintah dan swasta. Pemerintah adalah penyedia jasa kesehatan utama yang memberikan pelayanan kuratif, preventif, dan promotif. Sedangkan pihak swasta merupakan penyedia jasa kesehatan komplemen dan lebih diminati oleh kalangan yang mampu. Guna mengatur persaingan sehat dan mengontrol pelayanan kesehatan yang diberikan, penyedia layanan kesehatan swasta dinaungi oleh Private Health Care Facilities and Services Act (1998) dimana pemerintah maupun swasta, terikat oleh program jaminan kualitas nasional (National Quality Assurance Program) yang bertugas mengendalikan, memantau dan mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan (Warastuti, 2010).
Produk Domestik Bruto (PDB) Malaysia dialokasikan untuk pelayanan kesehatan kurang dari 2-4%.  Nilai total belanja kesehatan Malaysia berdasar survey belanja rumah tangga 1998/1999 sebesar 3,1 %. Meski persentase anggaran kesehatan kecil dibanding PDB namun hampir semua layanana kesehatan disubsidi besar-besaran oleh pemerintah. Setiap pasien hanya dikenai 1 ringgit untuk pelayanan rawat jalan berdasar Fees medical Order (1976). Pada tahun 2005 anggaran kesehatan mencapai 7,8 milyar ringgit dan di tahun sebelumnya tercatat subsidi kesehatan mencapai 98%. Angka subsidi kesehatan mencapai porsi 58,2 % dari belanja kesehatan total sedangkan sisanya adalah belanja oleh sektor swasta, yakni pembiayaan langsung dari pendapatan masyarakat (out of pocket payment) sebesar 73,8% dan asuransi swasta 13,7%. Sistem kesehatan masyarakat di Malaysia menduduki peringkat 49 dari 191 negara menurut WHO tahun 2000. Ada 3 parameter yang dinilai yaitu kualitas kesehatan, ketanggapan dan kontribusi pembiayaan yang adil. Malaysia dinilai kurang dalam hal kontribusi pembiayaan yang adil (Warastuti, 2010).
Pembiayaan kesehatan yang adil menjadi indikator keberhasilan sistem kesehatan masyarakat. Pembiayaan kesehatan adalah aktivitas pengumpulan penghasilan untuk membiayai keberlangsungan sistem kesehatan. Sistem pembiayaan kesehatan yang ideal mengakomodasi perbedaan kekuatan ekonomi masyarakat terhadap standar layanan kesehatan yang baku (Warastuti, 2010).
Sistem pembiayaan kesehatan bersumber dari pajak, asuransi kesehatan sosial, swasta dan belanja langsung dari masyarakat. Salah satu metode mengukur keadailan pembiyaan kesehatan ialah dengan mengukur perbedaan pembiayaan kesehatan antar rumah tangga dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan (Ability To Pay/ATP) yang berbeda-beda. Semula prinsip dasar akses kesehatan Malaysia tidak didasarkan ATP,  baru pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menyatakan komitmen dalam pembiayaan kesehatan berdasarkan ATP melalui skema baru pembiayaan kesehatan (Warastuti, 2010).
Sebenarnya pemerintah Malaysia sudah pernah mengadakan penelitian guna mengukur indeks keadilan kontribusi pembiayaan dan hasilnya nyaris sempurna namun indeks tersebut dinilai kurang mampu mengenali mana yang sistem pembiayaan progresif atau regresif, sehingga kurang bermakna. Pembiayaan kesehatan  dinyatakan progresif jika meningkat sejalan dengan peningkatan ATP. Sistem pembiyaan kesehatan keseluruhan dinyatakan proporsional apabila orang dengan ATP yang berbeda-beda mengeluarkan porsi ATP yang sama dalam pembiyaan kesehatan (Warastuti, 2010).
Progresivitas dihitung menggunakan Indeks Progresivitas Kakwani (IPK). Nilai IPK -1 berarti seluruh beban pembiayaan terkonsentrasi pada rakyat miskin, sedangkan IPK 1 berati seluruh beban pembiayaaan terkonsentrasi pada rakyat kaya. Nilai IPK 0 berarti tidak ada perbedaan pendapatan, dengan kata lain sistem pembiyaan kesehatan proporsional dan berlaku sama terhadap pendapatan masyarakat, tanpa memperhitungkan perbedaan pendapatan (Warastuti, 2010).
Lima sumber pembiayaan kesehatan Malaysia yang akan dinilai progresivitasnya terhadap ATP yaitu pajak langsung (diwakili oleh pajak pendapatan), pajak tidak langsung (diwakili oleh pajak penjualan), porsi bagi Employee Provident Fund (EPF) dan Social Security Organization (SOCSO), asuransi swasta dan pembiyaan langsung dari masing-masing rumah tangga. Sistem pembiayaan kesehatan negara Malaysia terbukti progresif terhadap konsumsi masyarakat hanya satu yang kurang progresif yaitu pajak tidak langsung. Kontribusi terbesar diperoleh dari sumber pembiayaan pajak langsung (Warastuti, 2010).

E.   Jaminan Sosial
Sebagai negara persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang lebih awal dan lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan sistem jaminan sosial di negara lain di Asia Tenggara. Pada tahun 1951 Malaysia sudah memulai program tabungan wajib pegawai untuk menjamin hari tua Employee Provident Fund (EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program EPF. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh Social Security Organization (SOCSO). Oleh karena pemerintah federal Malaysia bertanggung jawab atas pembiayaan dan penyediaan langsung pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk yang relatif gratis, maka pelayanan kesehatan tidak masuk dalam program yang dicakup sistem jaminan sosial di Malaysia. Dengan sistem pendanaan kesehatan oleh negara, tidak ada risiko biaya kesehatan yang berarti bagi semua penduduk Malaysia yang sakit ringan maupun berat. Sektor informal merupakan sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Namun demikian, dalam sistem jaminan sosial di Malaysia, sektor informal dapat menjadi peserta EPF atau SOCSO secara sukarela. Termasuk sektor informal adalah mereka yang bekerja secara mandiri dan pembantu rumah tangga. Karyawan asing dan pegawai pemerintah yang sudah punya hak pensiun juga dapat ikut program EPF secara sukarela (Mursalim, 2012).
Pada penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk yang dilayani mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident Fund (CPF), sebuah badan hukum di bawah naungan Kementrian Keuangan. Lembaga ini merupakan lembaga tripartit yang terdiri atas wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah, dan profesional. Untuk tugas-tugas khusus, seperti investasi, lembaga ini membentuk Panel Investasi. Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah dikelola langsung oleh kementrian keuangan karena program tersebut merupakan program tunjangan pegawai (employment benefit) dimana pegawai tidak berkontribusi. Program jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat dikelola oleh SOCSO yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO). Manfaat yang menjadi hak peserta terdiri atas:
1.        Peserta dapat menarik jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum) untuk modal usaha, menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk anuitas (sebagai pensiun bulanan), dan menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF.
2.        Peserta dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh ahli warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya.
3.        Peserta juga dapat menarik dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan biaya perawatan di luar fasilitas publik yang ditanggung pemerintah.
4.        Ahli waris peserta berhak mendapatkan uang duka sebesar RM 1.000-30.000, tergantung tingkat penghasilan, apabila seorang peserta meninggal dunia.
Tingkat iuran untuk program EPF, dalam prosentase upah, bertambah dari tahun ke tahun berikut. Jumlah iuran tersebut ditingkatkan secara bertahap untuk menyesuaikan dengan tingkat upah dan tingkat kemampuan penduduk menabung. Dalam program EPF di Malaysia, sekali seseorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus menjadi peserta sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun (Mursalim, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

Herman Andi. 2009. Reformasi Sektor Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan Di Negara Berkembang.http://andiherman.wordpress.com/2009/08/15/reformasi-sektor-kesehatan-dan-pembiayaan-kesehatan-di-negara-berkembang/. Diakses tanggal 14 Oktober 2012.
Mursalim. 2012. Membedah Sistem Jaminan Sosial Di Delapan Negara. http://dinkes-sulsel.go.id/new. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012.
Phua, K.L. 2000. HMOs and Managed Care in Malaysia : What Care We Anticipate From The Experience Of Singapure and The United States?. Buletin Kesihatan Masyarakat Isu Khas 2000.
Warastuti. 2010. Jikalau sakit di Malaysia. http://www.warastuti.com/ 2010_03_01_archive.html.  Diakses tanggal 14 Oktober 2012.
Wijayana, Sena. 2012. Profil Negara-Negara Anggota ASEAN. http://www.geschool.net/steve_vai/blog/post/view?id=13338. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar